Thursday, April 11, 2013

BESARNYA KEBUTUHAN KAYU

MENGAPA MEMILIH SEKTOR PENGEMBANGAN KAYU MENGAPA MEMILIH SEKTOR PENGEMBANGAN KAYU Pembangunan wilayah dapat direpresentasikan eksistensi sektor dan biasanya suatu wilayah yang memiliki keuntungan lokasi (location economies) akan menjadi pusat pertumbuhan (Adisasmita, 2005: 33). Kemampuan inti wilayah untuk menyebarkan pertumbuhan tersebut tergantung pada multiplier effect yang berhubungan dengan faktor-faktor input-output dari inti tersebut. Adanya industri yang bertujuan menyediakan barang dan jasa, menyebabkan timbulnya aktivitas ekonomi dan penyebaran pertumbuhan. Hingga saat ini pengembangan industri Indonesia masih dalam tahap awal, namun diyakini bahwa Indonesia memiliki kemampuan yang besar untuk mengembangkan industrinya
yang berdaya saing kuat dengan berbagai peluangnya, baik untuk pasar dalam negeri maupun ekspor. Dalam konteks industrialisasi di Indonesia, industri kayu memiliki peluang untuk dapat dikembangkan, mengingat Indonesia memiliki keunggulan komparatif berupa tersedianya lahan yang luas untuk menyediakan bahan baku kayu sebagai sumber daya alam dari hutan tanaman. Industri kayu mempunyai potensi yang kuat dari sisi internal supply serta sebagai salah satu unsur dalam pilar industri agro. Namun demikian, perlu diingat bahwa ketersediaan sumberdaya alam seringkali terbatas meskipun sumber daya tersebut termasuk yang dapat diperbaharui. Clawson & Sedjo (1982) mengingatkan bahwa ketersediaan sumber daya hutan dan jaminan manfaat jangka panjang tergantung pada tindakan saat ini dan yang akan datang. Permasalahan utama industri perkayuan adalah terjadinya penurunan produksi kayu, sehingga terjadi kekurangan pasokan bahan baku bagi industri. Akibat kesenjangan supply dan demand yang paling ekstrim adalah berhentinya operasi industri kayu. Dampak terjadinya penurunan pasokan terhadap ekonomi nasional dapat dilihat dari adanya kecenderungan menurunnya kontribusi kehutanan yang tercermin dari menurunnya nilai PDB sektor kehutanan (Gambar). Departemen Perindustrian (2005) juga mencatat. bahwa penurunan ekspor barang-barang kayu
pada periode tahun 2001 – 2005 sebesar 1,7%.


NILAI EKSPOR DAN PDB PRODUK KAYU NASIONAL SAMPAI TAHUN 2003
Sementara terjadi penurunan peranannya saat ini, industri perkayuan tetap menjadi salah satu komponen pilar industri dalam bangun industri Indonesia di masa mendatang. Hasil analisis pengukuran daya saing terhadap industri yang sudah berkembang di Indonesia yang dilakukan oleh Departemen Perindustrian (2005) menempatkan industri kayu dan mebel/furnitur termasuk kelompok industri padat sumber daya alam yang prospektif dan terus akan dikembangkan di
masa mendatang serta berpotensi ekspor.

Pasar furnitur internasional pada tahun 2006 diperkirakan bernilai sekitar 66 milyar dolar Amerika, di mana Indonesia menguasai hanya 2 persennya. Pada tahun 2007 permintaan diperkirakan akan tumbuh antara 5 sampai 7 persen. Cina dan Italia saat ini menjadi pemasok pasar global terbesar dengan nilai ekspor gabungan sekitar 9,3 milyar dolar Amerika.Sudah jelas bahwa bahkan di Asia Tenggara, Indonesia teringgal di belakang negara-negara tetangga Malaysia dan Vietnam. Banyak kalangan mengatakan situasi ini diakibatkan oleh meningkatnya hambatan-hambatan operasional yang mengikis daya saing Indonesia dibandingkan dengan negara penghasil lainnya. Kenaikan harga bahan bakar terakhir, rata-rata sekitar 126 persen, mendorong biaya operasional naik 25 persen, dan dengan adanya usulan kenaikan tarif listrik untuk industri diperkirakan biaya akan naik sekitar 20 persen lagi. Naiknya biaya operasional telah mendorong kenaikan harga eceran dan ini berarti Indonesia beresiko kehilangan pangsa pasar global. Diperkirakan pasar hanya akan mentoleransi kenaikan pada biaya pemrosesan maksimal 6 persen. Di pasar domestik, para produsen furnitur semakin kalah bersaing dengan barang-barang Cina. Menurut data ASMINDO, total impor furnitur meningkat sekitar 78 persen tahun lalu. Produksi furnitur kayu di tahun 2004 mencapai 2.483.067 meter kubik, namun di tahun 2005 turun menjadi 2.330.389 meter kubik dan di tahun 2006 menjadi 2.258.882 meter kubik. Industri furnitur Indonesia sangat bergantung kepada kayu sebagai bahan baku dengan kebutuhan pertahun mencapai 4,5 juta meter kubik. Meskipun Indonesia adalah produsen kayu terbesar kedua di dunia, industri ini menghadapi kekurangan bahan baku.

Selain Hutan Amazon di Brasil, Indonesia dikenal sebagai Paru- Paru Dunia , itu dikarenakan Hutan di Indonesia merupakan salah satu penyumbang terbesar suplai Oksigen(O2) dan apakah anda tahu hutan di negara indonesia sudah sangat kritis, coba anda tengok pulau Jawa dan Sumatra, berbagai macam ekspansi Manusia sperti penebangan Hutan, proyek transmigrasi, pembukaan lahan, sampai proyek pemukiman baru, dan tak hanya itu coba anda tengok juga pulau Papua dan Kalimantan..

sebagai gambaran ini , kondisi pulau Kalimantan dari tahun 1950-an

Gambaran diatas hanya sebagian kecil dari seluruh hutan yang ada dibumi ini. diluar Indonesia masih banyak lagi hutan sudah mulai terkikis bahkan menjadi Gurun baru.
Nah Kembali dari diri anda sendiri, apakah anda sudah menerapkan Go green di kehidupan anda, bukankah lebih baik 1 Manusia dibumi ini yang memulai duluan daripada tidak ada sama sekali yang memulai?


PERBANDINGAN KAYU JABON DAN SENGON
Kalau dilihat dari sistematika klasifikasi tumbuhan dalam botani, kedua jenis tumbuhan ini (jabon & sengon) berbeda jauh hubungan kekerabatannya, sehingga hampir dipastikan tanaman ini memiliki karakteristik yang berbeda dalam hal kenampakan/ kergaan fisik pohon, respon tanaman terhadap lingkungan, sifat fisik kayu dan sifat fisiologis pohon. Perbedaan-perbedaan ini tentunya tidak bisa dibandingkan secara mutlak antar keduanya.

Hal yang menarik perbedaan keduanya adalah sebagai berikut:



Dengan selisih umur kurang lebih 2 tahun lebih 2 bulan jabon memiliki ketinggian yang sama dengan sengon yang sudah berusia kurang lebih 3 tahun. Itu sebabnya kami mengajak bagi para investor/petani yang dulu mengembangkan tanaman sengon untuk mengganti mengembangkan tanaman jabon, karena jabon jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan sengon/albasia.
Tidak semua kayu lunak sejenis/segolongan kayu jabon dapat digunakan sebagai mebel dengan ornamen ukir-ukiran seperti yang dapat dilakukan pada kayu jabon itu sendiri semisal contoh kayu sengon, kayu sengon sekalipun mungkin dapat diukir kami yakin tidak akan pernah mendapatkan hasil seperti halnya kayu jabon bahkan mungkin tidak akan pernah bisa!. Kayu Jabon selain diukir juga dapat menerima pewarna kayu dengan sempurna tidak ubahnya kayu keras semisal jati dan mahoni. Secara penampilan hasil olahan dari kayu jabon yang di jadikan mebel tidak kalah dengan hasil ukir-ukiran dari kayu keras lainya dan dari segi kekuatan kontruksi mebel juga tidak diragukan lagi.
Akhirnya dengan penjabaran di atas, maka I-GIST lebih memilih Kayu Jabon sebagai komuditas utama yang dikembangkan.
 
/"); f.startScript();